Konflik – apalagi konflik keluarga – adalah hal yang lumrah. Namun, konflik yang tidak ditangani dengan baik akan merusak keutuhan keluarga itu sendiri.
Jika tidak ditangani dengan bijak, konflik keluarga bisa menimbulkan luka dan merenggangkan hubungan. Misalnya, suami dengan istri. Berapa kali pertengkaran mulai karena hal-hal remeh? Berapa kali ada cekcok hanya karena buang sampah, bersih-bersih rumah, sampai AC yang rusak?
[adrotate banner=”4″]
Belum lagi dengan anak-anak. Anak yang tantrum, ngambek, tidak mau dengar apa kata orang tua. Lebih lagi jika anak sudah beranjak remaja, dengan dunia dan pergaulannya sendiri.
Sebagai pengikut Kristus, tentu bukan rencana-Nya untuk kita hidup dalam konflik. Ia ingin, agar kita hidup dalam damai. Seperti kata Yesus di Matius 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Atau Roma 12:18, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”
Konflik keluarga jangan dipendam, apalagi dihindari. Apa saja yang bisa menyebabkan perselisihan dalam keluarga? Mari kita lihat 6 penyebabnya.
6 Hal Penyebab Konflik Keluarga
1. Kurangnya Komunikasi
Komunikasi adalah kunci dalam menjaga hubungan yang sehat. Kurangnya komunikasi yang efektif dapat memicu kesalahpahaman dan, akhirnya, konflik keluarga.
Yakobus 1:19 mengingatkan kita, “‘Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;” Berusaha untuk selalu terbuka dan jujur dalam berkomunikasi dapat mengurangi risiko konflik keluarga.
Suami-istri, kapan terakhir kali Anda berbicara dengan dalam? Orang tua, kapankah Anda memberi ruang anak-anak untuk mengekspresikan perasaannya? Hal-hal kecil ini dapat meminimalisir peluang konflik.
2. Masalah Finansial

Masalah finansial merupakan salah satu penyebab utama konflik keluarga. Utang piutang, penggunaan uang yang tidak disepakati, dan perbedaan tujuan finansial bisa memicu pertengkaran. Penting bagi setiap keluarga untuk mengelola keuangan dengan bijaksana dan transparan.
Uang merupakan hal yang kompleks karena ia akan menyingkapkan banyak hal tentang diri kita. Marilah kita bijak dalam menggunakannya – tak peduli besar ataupun kecil, atau apapun peruntukannya.
Ingat kata Lukas 16:10, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” Kelola uang dengan bijak, dan hasilnya tentu baik.
3. Ekspektasi yang Tidak Realistis
Seringkali, kita menaruh ekspektasi yang terlalu tinggi pada anggota keluarga tanpa menyadari batasan dan kebutuhan mereka. Efesus 4:2 mengajarkan, “‘ Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.”
Bagaimana ekspektasi kita dengan pasangan, orang tua, atau anak kita? Jangan-jangan kita selama ini menuntut mereka dengan ekspektasi yang tidak realistis. Apakah kita menuntut mereka untuk sempurna, seperti yang kita mau? Ekspektasi yang terlalu tinggi, yang tidak diikuti dengan penerimaan, menjadi salah satu sumber konflik keluarga.
Mengatur ekspektasi yang realistis dan saling menghargai peran serta kontribusi setiap anggota keluarga dapat membantu menghindari konflik keluarga.
4. Perasaan Tidak Didengar
Dalam sebuah keluarga, setiap anggota harus merasa dihargai dan memiliki suara dalam pengambilan keputusan. Konflik sering kali muncul ketika satu atau beberapa anggota merasa keputusan diambil tanpa pertimbangan terhadap pendapat mereka.
Berusaha untuk selalu mencapai kesepakatan bersama dapat mencegah potensi konflik keluarga. Bagaimana Anda memperhatikan satu sama lain akan memengaruhi hubungan Anda.
Apakah Anda seorang yang mau mendengar perasaan orang lain, atau lebih banyak cueknya? Mari belajar menjadi seseorang pendengar yang baik!
5. Kurangnya Waktu Bersama
Kesibukan hidup modern seringkali membuat kita melupakan pentingnya menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Kebersamaan yang berkualitas dapat memperkuat ikatan dan mengurangi risiko konflik keluarga.
[adrotate banner=”15″]
Mazmur 133:1 berkata, “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” Tidak ada kerukunan tanpa waktu bersama. Akankah suami dan istri saling mengasihi, jika mereka tidak make time? Bisakah anak-anak dekat dengan orang tuanya, tanpa waktu yang khusus?
Mari tetapkan waktu untuk bersama-sama, sebagai keluarga. Koneksi yang terbentuk dapat menciptakan ikatan yang kuat. Rasa saling mengerti, makin kenal satu sama lain, bisa membantu menghindari konflik keluarga.
6. Tidak Memaafkan

Memaafkan adalah kunci penting dalam menghindari dan menyelesaikan konflik keluarga. Menyimpan dendam hanya akan memperburuk hubungan.
Efesus 4:32 mengingatkan, “Sebaliknya, hendaklah kalian baik hati dan berbelaskasihan seorang terhadap yang lain, dan saling mengampuni sama seperti Allah pun mengampuni kalian melalui Kristus.” Belajar untuk melepaskan dan memaafkan dapat membawa damai dalam keluarga.
Peliharalah dan Jagalah Hubungan
Potensi konflik keluarga akan terus ada. Itulah sebabnya, penting bagi kita untuk menjaga dan mempertahankan kasih di dalam hubungan kita.
Kesatuan dan kasih tidak muncul sendirinya. Entah sebagai suami, istri, orang tua, dan anak, penting bagi kita untuk memelihara dan menjaga hubungan satu sama lain.
Sudahkah kita menjaga, agar keluarga jadi tempat yang aman, hangat, dan mengasihi?
Related articles:
- Anak Sulit Mendengarkan Nasihat? Coba 3 Tips Berikut Ini! – Gereja GKDI
- Parents Wajib Tahu! 6 Aktivitas Rohani untuk Memperkenalkan Tuhan kepada Anak
- Parenting Remaja Susah? Terapkan 3 Tips Ini. Parents Wajib Tahu!
- Bagaimana Mengasihi Orang Tua yang Telah Lanjut Usia?
- 6 Dosa Orang Tua terhadap Anak yang Sering Tidak Disadari
–
[adrotate banner=”13″]
–
[adrotate banner=”11″]
Last modified: Apr 15
