Apa yang terlintas di kepala jika mendengar kata ‘ambisius?’
Jawabannya bisa macam-macam. Bisa jadi orang yang sangat gigih untuk mencapai tujuannya. Bisa juga orang yang begitu terobsesi dengan mimpinya, sehingga siap melakukan segala cara termasuk yang tidak halal sekalipun.
Meski demikian, tentu kita boleh bertanya. Bolehkah sebagai orang Kristen, untuk bersikap ambisius?
[adrotate banner=”4″]
Kapan Ambisius Benar, Kapan Ambisius Keliru

Ambisi adalah semacam gairah atau dorongan untuk mencapai sesuatu. Ini bisa menjadi pendorong kuat dalam hidup kita. Sebagai manusia, sah-sah saja untuk memiliki ambisi, impian, atau tujuan hidup. Kita berharap suatu hari nanti bisa sukses dalam karir, memiliki keluarga bahagia, atau mencapai prestasi tertentu. Nah, ketika kita berusaha keras dan fokus untuk mencapai tujuan itu, cepat atau lambat kita akan disebut ambisius.
Menjadi ambisius bukanlah hal yang salah. Malah, hal itu bisa mendorong kita untuk berusaha lebih keras dan berdedikasi dalam mencapai tujuan kita. Tetapi, kita perlu memahami bahwa ambisi kita seharusnya tidak pernah lepas dari tangan Tuhan. Amsal 16:9 menasihati, “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”
Seringkali, kita menjadi begitu terobsesi dengan tujuan kita sehingga kita lupa bahwa Tuhan bisa saja punya rencana lain dalam hidup kita. Pola pikir seperti itu bisa-bisa membuat kita mengutamakan impian dan tujuan lebih dari Tuhan, atau malah, menjadikan Tuhan sebagai alat.
Dalam hal ini, menjadi ambisius bisa membahayakan hubungan kita dengan Tuhan.
Serahkan Ambisi ke Tangan Tuhan

Jadi, bisakah ambisius tetapi menyenangkan Tuhan? Jawabannya: ketika kita menyerahkan ambisi itu kepada-Nya.
Ketika kita menyerahkan ambisi kita kepada Tuhan, kita mengakui bahwa Dia adalah penguasa hidup kita. Kita percaya bahwa Dia akan membimbing dan mendukung kita dalam mengejar tujuan dan impian. Dengan begitu, kita bisa berusaha mencapai tujuan, sambil menjaga hidup tetap menyenangkan Tuhan.
Bahkan jika kita gagal, kita tahu bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih baik untuk kita. Seperti yang dikatakan dalam Yeremia 29:11, “Sebab Aku ini mengetahui apa yang menjadi rancangan-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Selain itu, dengan menyerahkan ambisi kita kepada Tuhan, kita juga bisa belajar untuk tidak mengandalkan diri sendiri. Banyak orang yang begitu terobsesi dengan mencapai tujuan mereka, tetapi mereka lupa bahwa hasilnya belum tentu sesuai harapan. Inilah alasannya kita perlu berserah penuh kepada Allah. Dalam 2 2 Korintus 12:9, Paulus mengingatkan kita, “Tetapi firman-Nya kepadaku: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’ Karena itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.”
Dengan berserah kepada Tuhan, kita mengakui bahwa kita membutuhkan Tuhan. Tujuan dan pikiran kita belum tentu yang paling benar. Jadi, ketika kita berhasil, kita tidak sombong; ketika kita gagal, kita tidak kecewa.
Ambisius Boleh, Asal….
Jadi, bolehkah kita menjadi ambisius? Tentu saja, boleh. Tetapi, kita harus selalu mengingat bahwa ambisi kita tidak boleh lepas dari tangan Tuhan.
Artinya, mengejar mimpi tidak boleh membuat kita lupa akan hubungan kita dengan Tuhan. Juga, untuk selalu berserah kepada-Nya, bukan mengandalkan diri sendiri.
–
Related articles
- Ketika Rencanaku Bukan Rencana Allah
- Ora et Labora: Awali Kesuksesan dengan Doa
- Hidup Ini Adalah Kesempatan Satu Kali Pakai
- Konsisten: Elemen Penting Kesuksesan
- Khawatir: Benalu yang Menggerogoti Iman
–
[adrotate banner=”13″]
–
[adrotate banner=”11″]
Last modified: Jul 14