Written by Adimin Chang 10:19 am Devotionals, Bible & Character, Biblical Talk, Character, Quite Time & Pray, Self Development, Spiritual Life

“Adil Nggak Sih Hidup Saya?” Yuk, Belajar dari Ayub! – Gereja GKDI

adil-gereja gkdi-cover

[adrotate banner=”4″]

Kadang hidup terasa tak adil. Hidup orang lain tampak indah dan bahagia. Sementara, hidup kita sendiri tampak tidak sesuai harapan. 

Ada orang yang bisa menerima dan beradaptasi dengan kenyataan hidup yang tak adil. Ada pula yang tidak. Mereka perlu waktu lebih banyak untuk merenung dan mencoba memahami jalan hidupnya. Itulah yang dahulu saya alami.

Ketika Hidup Terasa Tidak Adil

Meski bergelar Sarjana Desain Interior, pekerjaan saya jauh dari apa yang saya pelajari. Karena harus membantu usaha orang tua, terpaksa saya harus ikut berdagang. Ada saatnya lelah, sedih, dan putus asa saat menjalankan pekerjaan tersebut. 

Tambah lagi, sebagai anak bungsu, saya diberi tanggung jawab untuk merawat ibu saya. Pada waktu itu sang ibu sudah tua dan kesehatannya menurun, sehingga saya perlu menemaninya berobat setiap bulan. Sempat saya merasa, “Sudah hidup berat, mengapa harus mengurus orang tua?”

Setelah menikah, saya membuka toko sendiri di pasar tradisional. Toko saya kecil, sebesar sebuah kamar kos. Parahnya, pasar itu belum ramai, artinya jarang pelanggan yang datang. Rasanya kesabaran saya diuji selama berjualan  di pasar tersebut.

Hasilnya, saya merasa hidup ini tak adil. Ini karena hasil yang didapatkan tidak seimbang dengan pengorbanan saya selama ini. 

Pernah saya tergoda untuk berlarut dalam kesedihan, dan ingin  mengasihani diri sendiri. Rasanya ingin berhenti menunjukkan kasih kepada keluarga dan orang tua. Saat itulah, saya bercermin dan mempertanyakan, “Apakah pikiran saya sesuai dengan kehendak Bapa? Apakah sikap tersebut benar di mata Allah?”

Namun, saya bersyukur bisa mengalahkan pikiran tersebut. Ini karena saya memutuskan untuk meletakkan keegoisan dan menggantinya dengan sikap hati yang Tuhan inginkan.

Menyikapi Hidup ala Ayub

Jujur, tak mudah menerima saat hidup terasa tidak adil. Lebih enak untuk melampiaskan semua kekesalan saya.

Sampai saya menemukan kisah Ayub. Sikap dan karakter Ayub membantu saya untuk memandang hidup dengan cara yang berbeda. Bagaimana caranya?

1. Tidak Menyalahkan Tuhan

 

Hidup Ayub penuh ujian. Dari seorang kaya raya bak sultan, sekejap mata menjadi pesakitan. Kemudian, anak-anaknya meninggal dalam sekejap mata. Ia tak berdaya dan jatuh miskin.

Bisa saja, Ayub merasa Tuhan tak adil, dan menjadi pahit. Namun, Ayub tak menjadi seperti itu. Mari lihat di Ayub 1:20-21,

Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: ”Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.

Dari ayat di atas, Ayub memutuskan untuk tidak menyalahkan Tuhan dalam hidup ini. Apapun yang terjadi, ia tetap percaya kepada Tuhan, bahkan memuji nama-Nya. Adil atau tak adil, ia tetap percaya kepada Tuhan.

Sulitnya hidup jangan sampai menghalangi kita untuk melihat, bahwa Tuhan itu mahakuasa. Ia tentu punya rencana yang lebih indah bagi Anda kelak. Bahkan dalam titik terendah sekalipun, maukah Anda tetap percaya kepada-Nya?

2. Tetap Menjaga Hidup dengan Kudus dan Benar

adil-gereja gkdi -2

Saat merasa hidup tidak adil, godaan dosa pasti mengintai. Coba bayangkan, saat pendapatan menurun, saat kerja keras tak menunjukkan hasil, apakah mudah untuk bersyukur dan bersukacita? Saat itulah, dosa bisa dengan mudah menyusup dalam hidup kita. 

Demikian yang terjadi ketika Ayub baru saja ditimpa kesulitan. Istrinya berkata, ”Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah (Ay. 1:9)!“

Namun Ayub menjawab demikian, Tetapi jawab Ayub kepadanya: “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya (Ay. 1:10).

Ayub tidak berbuat dosa dalam penderitaannya. Sungguhpun ia begitu tergoda, dia berhasil menjaga hatinya tetap murni.  

Menjaga diri tetap kudus sangatlah penting, terutama di masa-masa yang berat. Dengan terus berusaha hidup kudus, kita bisa berpikir lebih jernih menghadapi tantangan-tantangan hidup. Tuhan pun akan dimuliakan. 

3. Ungkapkan Perasaan Terdalam Anda pada Tuhan

adil-gereja gkdi-3

Terkadang, kita takut untuk jujur kepada Tuhan. Boleh jadi karena kita ragu, apakah Tuhan mau mendengar atau peduli kepada perasaan kita. Namun berita baiknya, Tuhan mendengarkan kita. Bahkan ketika kita sedang sedih, takut, khawatir, atau putus asa sekalipun.

Ayub 7:20, Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau, ya Penjaga manusia? Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu, sehingga aku menjadi beban bagi diriku?

Dalam kesesakannya, Ayub berseru dan mengutarakan perasaannya kepada Tuhan. Ia tak segan menyampaikan semua keluh kesahnya, karena ia percaya bahwa Allah akan mendengar.

Jika Anda merasa terhimpit masalah, cobalah untuk mengungkapkannya kepada Tuhan. Percayalah, Dia akan mendengarkan dan menguatkan Anda.

4. Dapatkan Dukungan Teman Rohani

adil-gereja gkdi-1

Ayub 8:5-6, Tetapi engkau, kalau engkau mencari Allah, dan memohon belas kasihan dari Yang Mahakuasa, 

Kalau engkau bersih dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau dan Ia akan memulihkan rumah yang adalah hakmu.

Ayat di atas merupakan nasihat dari Bildad, sahabat Ayub. Dia mengingatkan Ayub untuk terus berpaut pada Allah. Dia mengingatkan Ayub untuk percaya bahwa Allah akan membela orang yang benar hidupnya.

Nasihat dan dukungan teman rohani akan sangat membantu anda melewati masa pergumulan. Teman rohani adalah tempat anda mencurahkan kegalauan, sekaligus mendapatkan kekuatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memiliki komunitas dan teman rohani yang siap menolong dan mendukung anda. 

Rencana Tuhan di balik Semua 

Masalah, tantangan, dan kesulitan hidup bisa mengesankan bahwa hidup sungguh tak adil. Namun demikian, kita tak boleh lupa akan Tuhan dan kekuatan-Nya. Ia sedang merajut suatu karya indah yang kelak akan terlihat.

Oleh karena itu, mari terus percaya dan berpegang kepada-Nya. Masa-masa sulit adalah masa-masa yang justru menumbuhkan iman. Saya percaya pada saatnya nanti kita akan melihat rencana Tuhan yang indah.

Related Articles:

[adrotate banner=”11″]

(Visited 541 times, 1 visits today)

Last modified: Jul 7

Close