Written by Gery 8:18 am Devotionals, Bible & Character, Biblical Talk, Quite Time & Pray, Spiritual Life

Bolehkah Berpikir Untung dan Rugi untuk Tuhan?

untung - gereja gkdi - cover

Sebagai manusia, kita biasa berpikir untung dan rugi. Well, kita perlu menimbang apakah sesuatu baik atau buruk buat kita. Misalnya, dalam berbelanja. Apakah kita perlu membeli barang yang murah, namun kualitasnya sedikit di bawah? Atau beli yang lebih bagus, tetapi sedikit mahal?

Jadi, berpikir untung dan rugi itu biasa. Akan tetapi, ada saatnya pikiran ini jadi berbahaya.

[adrotate banner=”4″]

Untung Rugi ala Ananias dan Safira

untung - gereja gkdi - 1

Kapan berpikir untung dan rugi jadi berbahaya? Ketika kita mulai hitung-hitungan dengan Tuhan. Bahkan, sampai ada yang meninggal karenanya.

Itulah yang terjadi pada Ananias dan Safira. 

Pada Kisah Para Rasul 4, gereja mula-mula baru saja bertumbuh. Banyak orang dibaptis dan menjadi percaya kepada Tuhan Yesus. Untuk mendukung kegiatan jemaat, orang-orang secara sukarela menjual harta milik mereka dan menyumbangkannya kepada gereja.

Di antara orang-orang itu ada Ananias dan Safira. Keduanya adalah suami-istri yang percaya kepada Yesus, dan mau membantu jemaat. Mereka pun menjual sebidang tanah miliknya untuk disumbangkan.

[adrotate banner=”15″]

Akan tetapi, pada Kisah Para Rasul 5:5, Ananias meninggal sesudah memberikan uang hasil penjualan tanah itu: “Ketika mendengar perkataan itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya. Maka sangatlah ketakutan semua orang yang mendengar hal itu.” 

Istrinya pun tidak luput, di ayat 10:”Lalu rebahlah perempuan itu seketika itu juga di depan kaki Petrus dan putuslah nyawanya. Ketika orang-orang muda itu masuk, mereka mendapati dia sudah mati, lalu mereka mengusungnya ke luar dan menguburnya di samping suaminya.”

Apa gerangan yang terjadi? Rupanya, di ayat 2, mereka “menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul.”

Main Untung Rugi dengan Tuhan?

untung - gereja gkdi - 2

Bukan maksud saya untuk menakut-nakuti Anda. Yang ingin saya bahas adalah betapa lancangnya Ananias dan Safira. Mereka menjual tanah mereka, menahan sebagian hasilnya, lalu memberikan sebagian kepada rasul-rasul – sembari mengaku bahwa itulah semua hasil yang mereka dapatkan.

Kalau kata orang Timur, mereka main tipu-tipu. Dengan Tuhan pula. Sebagian diberi, tapi mengaku bahwa itu seluruhnya. Anggaplah begini: teman Anda berutang lima ratus ribu rupiah, lalu ia membayar Anda separuhnya, dua ratus lima puluh ribu. Anda tentu bertanya, “mana separuh lagi?” Lalu dia menjawab, “Sudah dibayar lunas kok!”

Tentu saja Anda pasti jengkel. Bayangkan kalau Tuhan yang ditipu. Tuhan yang mahatahu, mahakuasa, ditipu oleh manusia? Maleakhi 3:8-9  mengatakan dengan jelas,

“Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: ”Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! 

Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa!”

Jika kita baca lebih lanjut, jelas bahwa orang Israel terkena kutuk – tidak bisa bertani karena Tuhan tidak memberi hujan. Hanya karena mereka hitung-hitungan dengan Tuhan.

Mungkin saja kita tidak kena kutuk karena masalah memberi. Namun, jika kita sungguh mengasihi Tuhan, relakah kita menipu Dia?

Hati kita bisa jadi licik ketika berurusan dengan uang. Kita tahu Tuhan mau kita memberi, tetapi kita malah berpikir untung atau rugi. 

Hati Mengikuti Harta

Tepat sekali ketika Tuhan Yesus berfirman, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Matius 6:21). Hati kita mengikuti apa yang kita hargai. Kalau kita menghargai Tuhan, tidak sulit bagi kita memberi. Kalau kita menghargai harta kita lebih dari Tuhan, jangan heran kita jadi hitung-hitungan.

Jadi, bagaimana caranya agar kita menghargai Tuhan?

1. Menjadikan Tuhan sebagai yang Utama

Hanya ada satu tuan yang bisa menduduki hati kita. Tidak bisa lebih. Siapa yang menguasai hati kita akan menyingkapkan siapa yang kita sembah.

Ingatlah kisah sang janda miskin (Markus 12:41-44). Ia memberi bahkan dari kekurangannya, sampai-sampai Yesus sendiri pun terkagum. Artinya, janda ini mengasihi Tuhan sedemikian rupa sampai ia memberi seluruh uangnya.

Bukan berarti kita harus menjual semua yang kita miliki untuk diberikan. Maksudnya, kita perlu memiliki hati yang benar-benar mengasihi Tuhan, sehingga kita selalu rela untuk memberi. Demikian caranya kita tidak hitung-hitungan, tidak main untung rugi dengan Dia.

2. Fokus kepada Kekekalan

Terdengar klise, tetapi dunia ini hanya sementara. Semua yang kita miliki akan lenyap (Yakobus 5:2-3). Ketika kita sadar, betapa sementaranya dunia dan harta (juga bahwa harta adalah titipan), kita tak akan menjadi rakus.

Sebaliknya, mudah bagi kita untuk memberi. Harta bukan hanya untuk dimiliki, tetapi untuk dibagi. Sehingga, ketika Tuhan meminta pertanggungjawaban kepada kita, kita didapati-Nya menyenangkan Dia.

Pakailah Harta untuk Memuliakan Tuhan

Marilah kita tidak berpikir untung rugi dengan Tuhan. Jika Tuhan sudah memberkati kita dengan limpahnya, tentulah kita akan memberi dengan baik kepada-Nya.

Sekali lagi, harta tidak dibawa mati. Harta hanya titipan. Sudahkah kita menggunakan harta itu untuk memuliakan Tuhan?

Related articles:

[adrotate banner=”13″]

[adrotate banner=”11″]

(Visited 294 times, 1 visits today)

Last modified: Jul 31

Close