Penderitaan. Siapa yang suka menderita? Siapa suka rasa sakit? Kita malah berusaha untuk menjauh dari semua derita dan kesakitan.
Akan tetapi, suka tidak suka, menderita adalah kenyataan hidup. Mungkin ketika mobil kita tiba-tiba rusak. Bisa juga ketika keluarga sakit. Bisa juga dalam bentuk kehilangan pekerjaan atau kecelakaan.
Bagaimana kita memaknai penderitaan?
Penderitaan Memurnikan dan Mengubahkan
Memang, menderita itu pahit dan tak menyenangkan. Namun, penderitaan adalah alat Tuhan untuk memurnikan dan mengubahkan kita. Seperti apa yang ditulis oleh Rasul Paulus dalam Roma 5:3-4, “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.”
Tuhan menggunakan rasa sakit dan masalah yang kita hadapi agar kita bertumbuh. Seperti kata Paulus di ayat di atas, penderitaan menghasilkan ketekunan, ketahanan, dan pengharapan. Adanya derita menyatakan siapa diri kita sebenarnya, menyingkapkan kelemahan, sehingga kita makin berharap pada Tuhan dan bergantung pada-Nya.
Lagipula, Tuhan berjanji bahwa ia akan memberi jalan keluar ketika kita berada dalam masalah (1 Korintus 10:13-16). Kita percaya bahwa Tuhan akan menyertai bahkan di saat-saat terendah, dan pada akhirnya semua berujung pada kebaikan.
3 Tokoh Alkitab yang Bertumbuh Melalui Penderitaan
Namun, dalam hal apa penderitaan membentuk kita? Agar kita mengerti, marilah kita melihat teladan 3 tokoh Alkitab yang Tuhan bentuk melalui kesulitan dan rasa sakit.
Ayub
Tokoh pertama adalah Ayub, yang meskipun hidup benar, kehilangan segalanya dalam sekejap. Harta, keluarga, bahkan kesehatannya direnggut (Ayub 1:13-19). Bayangkan betapa besar penderitaan Ayub. Namun demikian, Ayub tetap bertahan dalam imannya dan pada akhirnya diberkati dua kali lipat lebih banyak daripada sebelumnya (Ayub 42:10).
Penderitaan Ayub membuat dia semakin mendalam dalam pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan. Ia pun mengenal Allah sebenar-benarnya, bukan menurut kata orang.
Dari Ayub kita belajar bahwa penderitaan mendekatkan kita kepada Allah. Siapa diri-Nya menjadi lebih jelas, sehingga kita mampu menyembah dan percaya kepada Allah lebih lagi.
Yusuf
Yang kedua adalah Yusuf. Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya menjadi budak (Kejadian 37:28). Dalam penjara, Yusuf menderita, namun tetap bertekun dalam imannya. Setelah melalui banyak proses, Yusuf diangkat menjadi pemimpin Mesir dan digunakan Tuhan untuk menyelamatkan banyak orang dari kelaparan, termasuk saudara-saudaranya yang sebelumnya menjualnya (Kejadian 41:41-57).
Penderitaan Yusuf membentuk karakternya menjadi seorang pemimpin, dengan karakter yang kuat namun penuh kasih. Boleh jadi semua rasa sakit yang kita alami adalah persiapan Tuhan untuk pekerjaan yang lebih besar. Suatu saat kita akan melihat gambaran besarnya, dan mengerti apa rencana Tuhan.
Paulus
Paulus, dulunya dikenal sebagai Saulus, menganiaya jemaat mula-mula dengan hebat. Siapa sangka, ia kemudian menjadi salah satu penginjil paling besar setelah berjumpa dengan Yesus.
Dalam pelayanannya, Paulus mengalami penderitaan yang luar biasa: dipenjara, disiksa, hampir mati (2 Korintus 11:23-28). Namun penderitaan tersebut membentuk Paulus menjadi pribadi yang teguh dan berdedikasi pada Injil, menjadi semakin mirip Kristus dalam pengabdiannya.
Penderitaan Paulus membuatnya teguh berpegang pada firman Tuhan. Penganiayaan dan kesulitan yang Paulus alami membuatnya berpegang pada Yesus, bukan pada diri sendiri. Hari ini, siapa yang kita andalkan dalam hidup: diri sendiri atau Tuhan? Ketika masalah datang, itulah sebuah kesempatan untuk melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang bisa diandalkan.
Derita Kita Bukan Beban
Melalui kisah Ayub, Yusuf, dan Paulus, kita melihat bagaimana Tuhan mengubah penderitaan menjadi alat untuk membentuk karakter dan meningkatkan iman kita, membawa kita lebih dekat dan semakin mirip dengan Kristus.
Kita diingatkan oleh 1 Petrus 4:13, “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” Kiranya kita semua bisa melihat penderitaan bukan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk menjadi lebih mirip dengan Kristus.
–
Related articles:
- Hidupku Bukan Beban: Cara Jalani Situasi yang Tak Kita Suka
- Ketika Rencanaku Bukan Rencana Allah
- Hidup Penuh Derita? Jangan Menyerah! Ini Kuncinya
- Ketekunan yang Menyelamatkan: Dalami Alkitab dengan Cara Ezra
- Melewati Badai Bersama Yesus
–
Yuk, baca top artikel kami:
Muda & Gaul di Mata Tuhan: Bagaimana Caranya?
Seperti Apa Ibadah yang Sejati dan Berkenan kepada Allah?
Mazmur 91: Jika Tuhan Melindungi, Mengapa Musibah Tetap Menimpa?
Teladan dari 3 Wanita Hebat dalam Alkitab
Menjadi Orang Kristen yang Punya Integritas
–
Jika Anda ingin mengikuti belajar Alkitab secara personal (Personal Bible Sharing), silahkan lihat lebih lanjut dalam video berikut:
Dan, temukan lebih banyak content menarik & menginspirasi melalui sosial media kami:
Website: https://link.gkdi.org/web
Facebook: https://link.gkdi.org/facebook
Instagram: https://link.gkdi.org/instagram
Blog: https://link.gkdi.org/Blog
Youtube: https://link.gkdi.org/youtube
TikTok: https://link.gkdi.org/tiktok
Twitter: https://link.gkdi.org/twitter
LinkedIn: https://link.gkdi.org/linkedin
Threads: https://link.gkdi.org/threads
Whatsapp: https://link.gkdi.org/whatsapp
Last modified: Aug 14