Manusia terlahir dengan kecenderungan sifat kompetitif. Sejak dini, anak-anak berlomba mencuri perhatian orang dewasa agar mendapat lebih banyak perhatian, kasih sayang, dan pujian. Tak jarang, mereka merebut mainan anak lain atau menangis minta dibelikan mainan serupa. Mereka tak mau ketinggalan, ingin dipandang dan dikagumi teman-teman sepermainan.
Tanpa pola asuh yang baik, sifat ini akan terbawa hingga dewasa, bahkan semakin parah. Kita sulit menerima saat ada orang yang lebih baik dari kita. Mungkin kita tidak sabar dalam menunggu kesempatan, melatih kemampuan, menabung lebih banyak, atau kreatif mencari solusi.
Lantas, apakah berarti kompetisi itu musuh kesabaran?
Sifat Kompetitif Berlebihan
Sikut-menyikut kerap terjadi demi memperebutkan sebuah jabatan. Aneka strategi dilancarkan, seperti mencari muka (pencitraan), memfitnah saingan, atau menyogok atasan. Menghalalkan segala cara agar seseorang diakui dan dihormati.
Di sisi lain, persaingan sehat mendorong kita untuk mengembangkan potensi diri dan menumbuhkan kerendahan hati. Tanpa saingan, kita jadi malas, mudah berpuas diri, bahkan sombong. Jadi, bukan persaingan itu yang buruk, melainkan sifat kompetitif berlebihan dari para pesertanya.
Nah, kalau untuk sebuah pencapaian lahiriah orang mau kerja mati-matian, bagaimana dengan pencapaian batiniah?
Relakah kita berjuang menjadi pribadi yang lebih sabar?
Orang Sabar Melebihi Pahlawan
Dalam perjuangan batiniah, tidak ada sikut-menyikut, tak perlu pencitraan, juga bebas uang setoran. Semuanya gratis. Peminat dan pesaing sedikit, kalau bukan tidak ada. Jalan terbuka lebar karena mudah sekali menemukan situasi yang akan menantang kesabaran kita.
Kitab Amsal menggambarkan, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” – Amsal 16:32
Kalau jadi pahlawan saja tidak mudah, apalagi jadi orang sabar. Kendati tak perlu melawan saingan, perjuangan terberatnya adalah mengalahkan musuh terbesar, yaitu diri sendiri.
Ketika pasangan berkhianat, karier mandek, atau keuangan sekarat, sulit rasanya untuk bersabar. Secara naluriah, kita ingin balas berkhianat, berkompromi supaya bisa dipromosikan, atau korupsi agar keuangan membaik. Pokoknya, pilih jalan pintas.
Namun, kalau kita lakukan itu, berarti kita kalah terhadap diri sendiri. Mengacu pada kitab Amsal, bukannya melebihi seorang pahlawan, jangan-jangan kita malah jadi pahlawan kesiangan.
Ubah Pola Pikir
Orang-orang dunia mungkin menyelesaikan masalah dengan jalan pintas. Namun, sebagai Murid Yesus, kita diharapkan tetap bersikap benar meski keadaan tak mendukung. Selalu bersabar dalam masa-masa sulit.
Murid Yesus harus berbeda dengan dunia (Roma 12:2). Dan, perbedaan dimulai dari perubahan pola pikir.
Beberapa tips ini mungkin bisa membantu mengubah pola pikir Anda.
1. INGAT: Tuhan menjanjikan penyertaan, bukan kemudahan.
Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus memberi pesan kepada murid-murid-Nya. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” – Matius 28:2b
Saat melalui pergumulan berat, ingatlah bahwa kita tidak sendiri. Tuhan berjanji menyertai kita, dan Dia menggenapi janji-Nya. Ketika berjuang bersama Tuhan, tidak ada kata ‘menyerah’ dalam kamus kita.
2. LIHAT: tantangan adalah kesempatan melatih diri menjadi lebih sabar.
Banyak orang berdoa agar diberi kesabaran, tetapi begitu tantangan datang malah bersungut-sungut. Padahal, bisa jadi tantangan itu adalah jawaban Tuhan atas doanya.
Lihatlah tantangan sebagai sebuah kesempatan, maka kita akan mampu bersabar saat dibentuk oleh Tuhan. Ingatlah, Allah bekerja lewat segala keadaan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” – Roma 8:28
3. YAKIN: masih ada pintu lain yang terbuka.
Saat apa yang kita rencanakan belum berhasil, boleh jadi Tuhan punya rencana yang lebih baik.
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.” – Yesaya 55:8
Daripada meratapi pintu yang tertutup, lebih baik cari pintu lain yang bisa dibuka. Keyakinan ini akan memacu kita untuk meng-upgrade diri. Entah Anda belum dipilih atasan untuk promosi, sedang berjuang menutup modal usaha, ditolak saat melamar kerja, menghadapi anggota keluarga yang sulit—yakinlah! Kesempatan baik itu akan datang.
4. BERSERAH: jadilah kehendak-Mu, bukan kehendakku.
Berserah adalah percaya dan tetap patuh kepada Allah, meskipun hasil yang kita usahakan tidak sesuai harapan. Hidup bukan tentang kita, tetapi tentang Tuhan dalam diri kita. Siapa tahu, Dia sedang menjaga kita dari hal buruk, sembari mengasah kualitas terbaik kita.
Yesus sendiri telah memberi teladan berserah di Taman Getsemani.
Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” – Matius 26:42
Kiat-kiat melatih kesabaran banyak tersedia di internet. Misalnya, menghitung satu sampai sepuluh. Menarik napas dalam-dalam. Tenangkan diri sejenak. Tidak reaktif saat mendengar kabar buruk, dan lain-lain. Semua kiat tersebut akan mujarab kalau kita lebih dulu mengubah pola pikir dengan empat tips di atas.
Walaupun upaya menjadi pribadi sabar ini minim saingan, jalannya memang tidak mudah. Namun, bersama Tuhan Sang Mahasabar, kita pasti bisa. Selamat berjuang!
Jika Anda ingin mengikuti belajar Alkitab secara personal (Personal Bible Sharing), silahkan lihat lebih lanjut dalam video berikut:
Dan, temukan lebih banyak content menarik & menginspirasi melalui sosial media kami:
Website: https://link.gkdi.org/web
Facebook: https://link.gkdi.org/facebook
Instagram: https://link.gkdi.org/instagram
Blog: https://link.gkdi.org/Blog
Youtube: https://link.gkdi.org/youtube
TikTok: https://link.gkdi.org/tiktok
Twitter: https://link.gkdi.org/twitter
LinkedIn: https://link.gkdi.org/linkedin
Threads: https://link.gkdi.org/threads
Whatsapp: https://link.gkdi.org/whatsapp
Last modified: Nov 5