Dear parents, sadarkah Anda bahwa miskomunikasi bisa menjadi penyakit kronis dalam hubungan dengan anak?
Seperti penyakit kronis pada umumnya, dampaknya tidak langsung terasa. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, miskomunikasi dapat merusak, bahkan menghancurkan, tali kasih antara Anda dan anak Anda.
Utamanya kepada Anda, parents, yang mungkin bingung bagaimana berbicara pada anak Anda. Yuk, cegah miskomunikasi sebelum menjadi penyakit kronis.
Mengapa Miskomunikasi = Penyakit Kronis?
Bayangkan situasi ini: Anda ingin menyampaikan sesuatu kepada anak. Lalu anak Anda bereaksi hanya dengan menjawab “huh”, “iya”, “tidak”, “nanti”, atau malah melengos, tidak menjawab sama sekali.
Bayangkan lagi situasi ini: ketika Anda dan anak sedang berbicara, tiba-tiba anak merasa tersindir, menolak, atau malah menyerang Anda balik.
Reaksi Anda? Mungkin marah, kecewa, dan tergoda untuk meninggikan suara. Mungkin itulah contoh miskomunikasi yang Anda alami. Sayangnya, hal ini sering dibiarkan. Jadilah kesalahan komunikasi menggerogoti hubungan ayah/ibu dan anak.
Firman Tuhan dalam Amsal 18:21 mengatakan, “Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa kata-kata yang kita ucapkan memiliki kekuatan yang besar. Betapa besar pengaruhnya kata-kata itu, terutama di dalam keluarga.
Ketika orang tua dan anak mengalami miskomunikasi, hubungan mereka menjadi tegang. Anak mungkin merasa tidak dimengerti atau tidak dihargai, sementara orang tua merasa frustrasi. Akibatnya, hubungan yang seharusnya dipenuhi dengan cinta berubah menjadi penuh dengan ketegangan.
Demikianlah miskomunikasi menjadi penyakit kronis. Lama, menyakitkan, dan semakin parah dari waktu ke waktu.
Mengapa Terjadi Miskomunikasi
Ada beberapa alasan mengapa miskomunikasi sering terjadi dalam hubungan antara orang tua dan anak. Mari kenali, agar tidak menjadi penyakit kronis.
1. Perbedaan Usia dan Pengalaman
Perbedaan usia dan pengalaman antara orang tua dan anak sering kali menjadi salah satu penyebab utama miskomunikasi. Orang tua dan anak hidup dalam zaman yang berbeda, dengan ide-ide yang berbeda pula.
Misalnya begini. Parents, bagaimana reaksi Anda ketika anak mau tubuhnya ditato? Atau, ketika anak mencoba pakaian yang ‘terlalu menantang’ di mata Anda? Zaman yang berbeda, menghasilkan nilai yang berbeda pula.
2. Harapan yang Berbeda
Sebagai hasil yang pertama, orang tua dan anak seringkali memiliki harapan yang berbeda. Terutama dalam tujuan hidup.
Bayangkan jika anak, setelah lulus sekolah, ingin mengambil jurusan yang tidak populer. Belum lagi jika sang orang tua ingin anak menjalani karier yang stabil, seperti menjadi PNS atau meneruskan usaha keluarga.
Tanpa pemahaman dan kerendahan hati, hal ini juga berpotensi memicu konflik.
3. Kurangnya Keterampilan Komunikasi
Berapa banyak orang tua yang sering marah atau menekan ketika anak tidak setuju dengan mereka? Apalagi jika berhadapan dengan anak remaja.
Sering terjadi, orang tua dan anak tidak mampu berkomunikasi dengan baik. Misalnya, kemampuan untuk mendengarkan dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan tepat, dan mengatasi konflik dengan sehat.
4. Faktor Emosi
Boleh dikatakan, emosi adalah sebuah penyebab mengapa miskomunikasi menjadi penyakit kronis.
Emosi yang kuat, seperti marah atau sedih, dapat mengganggu komunikasi yang efektif. Ketika emosi menguasai, orang cenderung mengatakan hal-hal yang mereka tidak maksudkan atau salah menafsirkan apa yang dikatakan orang lain.
Demikian bisa terjadi pada parents, jika Anda tak mengendalikan emosi Anda.
Agar Miskomunikasi Tak Menjadi Penyakit Kronis
Miskomunikasi sebagai penyakit kronis dalam hubungan orang tua dan anak perlu diatasi dengan serius. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan memperkuat komunikasi dengan anak Anda.
1. Meningkatkan Keterampilan Mendengarkan
Yakobus 1:19 mengingatkan kita, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.” Dan juga di Amsal 18:13, “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.”
Parents, mendengarkan adalah kunci untuk memahami. Sadarkah kita, bahwa anak juga adalah manusia yang ingin didengar? Mungkin Anda mau yang terbaik untuk dia, namun janganlah abaikan pendapatnya.
Belajarlah untuk mendengar anak. Hargai pendapatnya, meski Anda tidak setuju.
2. Mengungkapkan Kebenaran dalam Kasih
Efesus 4:15 (BIMK) menasihati kita untuk “… menyatakan hal-hal yang benar dengan hati penuh kasih, sehingga dalam segala hal kita makin lama makin menjadi sempurna seperti Kristus, yang menjadi kepala kita.”
Anda tentu ingin anak memahami pendapat Anda. Namun ingat, cara menyampaikan pesan sama pentingnya dengan pesan itu sendiri. Usahakanlah agar apapun yang Anda sampaikan, dibungkus dengan kasih. Hindari memaksa, menekan, apalagi merendahkan pendapat anak.
3. Menjaga Emosi
Amsal 15:1 mengajarkan, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Mengendalikan emosi adalah kunci untuk komunikasi yang efektif. Parents, seruwet apapun pembicaraan Anda dengan anak Anda, usahakanlah untuk tak terbawa emosi. Semakin tinggi emosi Anda, semakin sulit Anda untuk mendengar.
Ingatlah Efesus 6:4, “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Betul kita perlu mengajarkan apa yang benar, tapi hendaklah semua dibalut dengan kasih.
Hendaklah kita tak memancing emosi anak. Bimbinglah mereka dengan lemah lembut, sesuai ajaran firman Tuhan.
4. Menghargai Perbedaan
Roma 12:10 mengatakan, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.”
Menghargai perbedaan adalah bagian penting dari komunikasi yang sehat. Orang tua perlu belajar untuk menghargai pandangan anak. Menghormati perbedaan ini akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan penuh pengertian.
5. Meminta Bimbingan Roh Kudus
Akhirnya, mintalah Roh Kudus membimbing Anda. Hikmat Tuhan takkan pernah gagal.
Yohanes 14:26 berkata, “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”
Dengan bimbingan Roh Kudus, Anda akan tahu cara berkomunikasi dengan lebih baik, mengatasi perbedaan, dan membangun hubungan yang lebih kuat.
Jangan Khawatir, Miskomunikasi Bisa Diobati
Dear parents, jadi jelas ya bahwa miskomunikasi memang penyakit kronis. Akan tetapi, jangan khawatir, bisa diobati!
Syaratnya, orang tua mau belajar untuk mendengar dan memahami anak. Karena bagaimanapun, anak adalah seorang manusia, dan ia patut didengar. Pilih mana: hubungan di mana Anda berkorban, tetapi anak mau mendengar, atau hubungan di mana Anda dan anak terus bertengkar?
Anak adalah berkat dari Tuhan. Yuk, kasihi dan perhatikan mereka!
Related articles:
- 5 Kunci Membangun Keluarga Kristen yang Kuat dan Bahagia, Sudah Tahu?
- Parents Wajib Tahu! 6 Aktivitas Rohani untuk Memperkenalkan Tuhan kepada Anak
- Anak Sulit Mendengarkan Nasihat? Coba 3 Tips Berikut Ini! – Gereja GKDI
- Parents, Hindari 4 Kekeliruan ini Ketika Berbicara dengan Anak!
Yuk, baca top artikel kami:
Muda & Gaul di Mata Tuhan: Bagaimana Caranya?
Seperti Apa Ibadah yang Sejati dan Berkenan kepada Allah?
Mazmur 91: Jika Tuhan Melindungi, Mengapa Musibah Tetap Menimpa?
Teladan dari 3 Wanita Hebat dalam Alkitab
Menjadi Orang Kristen yang Punya Integritas
–
Jika Anda ingin mengikuti belajar Alkitab secara personal (Personal Bible Sharing), silahkan lihat lebih lanjut dalam video berikut:
Dan, temukan lebih banyak content menarik & menginspirasi melalui sosial media kami:
Website: https://link.gkdi.org/web
Facebook: https://link.gkdi.org/facebook
Instagram: https://link.gkdi.org/instagram
Blog: https://link.gkdi.org/Blog
Youtube: https://link.gkdi.org/youtube
TikTok: https://link.gkdi.org/tiktok
Twitter: https://link.gkdi.org/twitter
LinkedIn: https://link.gkdi.org/linkedin
Threads: https://link.gkdi.org/threads
Whatsapp: https://link.gkdi.org/whatsapp
Last modified: Jul 30