Kehidupan Sarai (Kejadian 11) dan Hana (1 Samuel 1) punya banyak kesamaan. Keduanya sama-sama mandul. Keduanya mengidamkan keturunan dan harus menanti sebuah jawaban doa untuk mendapatkan keinginan mereka. Namun, Sarai menangani masalah ini sendiri dan memanipulasi situasi dengan mempermainkan Allah. Hasilnya adalah bencana bagi semua yang terlibat di dalamnya. Di lain pihak, Hana menyerahkan keinginannya kepada Tuhan dan menanti Dia untuk menggenapi sesuai cara dan waktu-Nya.
Apapun yang kita inginkan dalam hidup, langkah yang diperlukan adalah menunggu jawaban-Nya. Tuhan tentu tahu yang terbaik untuk kita!
Bicarakan masalah kita kepada Allah
Masalah dan pencobaan tidaklah terhindarkan sampai kita menyeberang ke Surga. Karena kita semua akan mengalaminya, kunci untuk menghadapinya adalah dengan memberikan respon yang benar. Ketika Hana mengalami masalah, dia membawanya kepada Tuhan dalam doa (1 Samuel 1:10). Seperti halnya Yesus di Taman Getsemani (Matius 26:36-44), Hana membiarkan emosinya membawa dia lebih dekat kepada Allah. Namun, Sarai lebih berfokus memecahkan masalahnya, sampai-sampai dia merancang sebuah taktik (Kejadian 16:2-3).
Kenyataannya, Tuhan mau mendengarkan masalah-masalah kita karena Dia peduli pada kita (1 Petrus 5:7) dan Dia mampu menangani setiap masalah tersebut.
Miliki pandangan yang benar tentang Tuhan
Hana memiliki pandangan jelas tentang siapa Tuhan dalam masa penantiannya. Dia melihat Tuhan sebagai sosok mahakuasa dan menyebutnya demikian:
“Kemudian bernazarlah ia, katanya: “TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya.”
(1 Samuel 1:11)
Melupakan Tuhan dalam masa menanti sebuah jawaban doa berarti membuka kesempatan bagi tipu daya setan, yang membuat kita berpikir lebih baik menangani masalah itu sendiri. Pelajarilah nama-nama Tuhan, dan panggillah Dia menggunakan nama-nama itu.
Berfokus pada suara Tuhan selama menanti sebuah jawaban doa
Abram dengan bodohnya lebih mendengarkan Sarai daripada Tuhan (Kejadian 16:2c). Ada kekosongan firman Tuhan dalam hubungan mereka, serta lebih banyak fokus terhadap perkataan Sarai dibanding perkataan Tuhan. Kita tak dapat menang dengan memanipulasi situasi. Dengan mempermainkan Allah, kita menekankan apa yang kita inginkan dari orang lain ketimbang apa yang Allah kehendaki dari mereka. Intinya, kita menganggap diri lebih tahu daripada Allah. Namun, mendengarkan firman Tuhan membantu kita menanti sebuah jawaban doa dengan cara yang benar. Mendengarkan Allah membuat kita paham bahwa Dia tidak pernah menahan sesuatu yang baik dari kita.
“Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.” (Mazmur 84:11)
Menanti sebuah jawaban doa bukanlah hal mudah. Meski demikian, selama masa penantian itulah Tuhan membentuk karakter kita untuk lebih memercayai-Nya dalam setiap langkah. Tuhan membisikkan kepada kita bahwa Dia mampu, bahwa kehendak-Nya sempurna dan indah. Tuhan punya rencana untuk hidup kita, dan jangan sampai kita menyela rencana-Nya dengan mengambil alih kendali dan mempermainkan Dia.
Disunting dari terjemahan tulisan “Waiting on God vs. Playing God” oleh Ashaki K. Sorrell – Detroit, Michigan.
* Gereja GKDI saat ini terdapat di 35 kota. Kami memiliki kegiatan Pendalaman Alkitab di setiap wilayah, jika Anda membutuhkan informasi ataupun berkeinginan untuk terlibat didalamnya, hubungi kami di contact Gereja GKDI Official:WhatsApp 0821 2285 8686 atau Facebook / Instagram GKDI Official
Artikel terkait: Panduan Doa Kristen Menurut Perikop ‘Doa Bapa Kami’
Video inspirasi:
Last modified: Jul 12