Hari masih gelap ketika suami saya siap-siap berangkat untuk doa pagi bersama seorang saudara. Lalu, terdengar sayup-sayup teriakan, “Maling! Maling!”
Saya cepat-cepat bangun dan pergi ke ruang tamu. Pintu depan rumah masih terbuka. Artinya, suami saya belum pergi. Saya pun bergegas ke dapur, tapi ia tidak ada. Kompor menyala, dan sikat gigi lengkap dengan pastanya tergeletak begitu saja di wastafel. Perasaan saya mulai tidak enak.
Tak lama kemudian, suami saya muncul di pintu depan, terengah-engah, wajahnya pucat pasi, nyaris menangis. Akhirnya saya tahu bahwa teriakan tadi ditujukan kepada maling yang melarikan sepeda motor kami.
Saat itulah, saya merasakan kesedihan yang luar biasa…
Yesus Juga Pernah Sedih
Umumnya, kesedihan terjadi ketika kita kehilangan seseorang atau sesuatu yang kita sayangi. Bisa juga karena kita kehilangan kesehatan atau kesempatan baik. Intinya, kehilangan itu menyedihkan.
Bukan hanya kita, Tuhan Yesus pun pernah merasa sedih. Yesus menangis ketika Lazarus meninggal (Yohanes 11:32-35); Yesus menyendiri ketika mendengar Yohanes Pembaptis dipenggal (Matius 14:13); dan Yesus meratap di taman Getsemani, menjelang hari penyaliban-Nya (Markus 14:32-34).
“HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya …” Markus 14:34b
Yesus mengalami kesedihan yang luar biasa karena takut terpisah dari Bapa-Nya. Pada hari penyaliban, murka Allah atas dosa seisi dunia akan ditanggungkan kepada-Nya. Kehilangan hubungan dengan Bapa adalah hal yang paling menyedihkan bagi Yesus.
Nabi-Nabi Hebat itu Ingin Mati
Tekanan hidup yang berat bisa membuat seseorang terpuruk, bahkan seorang nabi sekalipun. Nabi Elia melarikan diri karena takut dengan ancaman Izebel. Dia merasa gagal dan ingin mati saja (1 Raja-raja 19:2-4). Musa, yang tidak sanggup lagi menghadapi sungut-sungut bangsa Israel dan merasa tanggung jawabnya terlalu berat, meminta agar Tuhan membunuhnya saja (Bilangan 11:14-15).
Baik Elia maupun Musa adalah tokoh besar. Orang-orang yang mengerjakan perkara hebat dalam nama Tuhan. Namun, pada satu titik dalam hidup, mereka terhempas dalam kesedihan dan keputusasaan.
Kabar baiknya, mereka menyampaikan kesedihan dan keputusasaan itu kepada Tuhan. Dengan demikian, mereka mendapat penyegaran serta solusi atas masalah mereka sehingga mampu untuk bangkit kembali.
Kalau nabi saja pernah putus asa dan ingin mati, dan Tuhan Yesus pernah bilang rasanya Dia mau mati saja, apalagi kita, manusia biasa yang lemah. Namun, ketahuilah: saat kita mengalami kesedihan, itu bukanlah akhir dari segalanya. Seperti Yesus dan para nabi yang akhirnya berhasil mengatasi kesedihan mereka, kita pun pasti bisa melakukannya.
4 Cara Mengatasi Kesedihan
Beberapa hal berikut bisa kita lakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kesedihan:
1. Datang dan Berserah dalam Doa kepada Allah
Meskipun sedih dan takut, Yesus terus maju untuk menjalani rancangan terbaik Bapa-Nya. Dia datang, berserah, dan menyampaikan perasaan-Nya dalam doa. Yesus butuh berdoa sebanyak tiga kali, sampai Dia siap menerima cawan penderitaan-Nya (Markus 14:39).
Kalau kita sudah berdoa tetapi hati masih sedih, mungkin artinya kita belum berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Memang tidak mudah untuk merelakan, menerima, atau memercayakan sesuatu kepada pribadi lain. Namun, percayalah bahwa kita menyerahkannya ke tangan Dia yang berkuasa atas segala sesuatu. Allah, yang lebih besar daripada semua masalah, mampu memberikan kekuatan, kelegaan, kedamaian, serta jalan keluar bagi kita.
“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. – Lukas 22:42-43
2. Bagikan Perasaan kepada Orang yang Tepat
Tidak baik berpura-pura tegar dan terus-menerus menyimpan kesedihan. Bukannya menjadi lebih kuat, hal itu justru menyulitkan kita untuk bangkit kembali. Ketika kesedihan membebani hati, ada baiknya kita terbuka dan meminta pertolongan kepada sahabat-sahabat rohani. Mereka dapat memberi saran, serta mendukung kita dalam doa. Kita tidak sendirian dalam menjalani semuanya.
Yesus bersikap terbuka dengan perasaan-Nya di Taman Getsemani. Memang, respon murid-murid-Nya saat itu nyaris tidak membantu, karena mereka jatuh tertidur. Namun, Sang Anak Manusia menunjukkan bahwa ada waktu-waktu ketika Dia juga perlu mengungkapkan perasaan-Nya.
3. Tuliskan Pengalaman yang Menyedihkan Itu
Ambillah kertas dan tuangkan kesedihan kita dalam bentuk narasi. Tuliskan dengan detail tanggal dan tempat kejadian, apa yang terjadi, apa yang kita rasakan, dan apa harapan kita. Menulis dapat membuat hati lebih plong dan perasaan lebih ringan.
Suatu hari nanti, ketika kita membaca ulang tulisan tersebut dan mengingat betapa terpuruknya kita saat itu, rasa syukur kita akan tumbuh. Betapa Tuhan begitu baik telah menuntun kita melalui masa-masa sulit.
4. Sibukkan Diri dengan Kegiatan Positif
Aktivitas yang positif akan menolong kita bangkit dan melupakan kesedihan. Menonton video inspiratif atau mendengarkan lagu dengan lirik bagus dan musik keren, apalagi yang dibawakan oleh penyanyi favorit, dapat membantu mengubah suasana hati.
Bantulah orang yang sedang kesusahan. Singsingkan lengan baju dalam bakti sosial. Ini mendorong kita untuk sejenak melupakan kesedihan dan melihat dari perspektif yang lebih luas. Mungkin ada orang lain yang lebih sedih daripada kita. Mungkin dengan mengambil jarak dari masalah sendiri, kita dapat memandangnya lewat kacamata baru. Dengan menolong orang lain, secara tak langsung kita menyemangati diri sendiri.
Jangan tunggu hati untuk ceria, tetapi lakukan sesuatu untuk menceriakan hati.
Blessing in Disguise
Hal-hal buruk tak mesti selalu membuat kita terpuruk. Terkadang kesedihan juga bisa mendatangkan berkat tersembunyi.
Peristiwa di atas terjadi beberapa tahun lalu. Sepeda motor adalah harta kami yang paling berharga saat itu. Kami baru menikah, masih mengontrak rumah, dan mencicil ulang sepeda motor dari nol itu rasanya berat sekali.
Namun, kami bersyukur Tuhan menolong kami melalui masa-masa sulit. Kami belajar untuk lebih berhati-hati menjaga barang, sekaligus tidak terikat kepada harta, karena semua itu hanyalah titipan sementara. Kami menjadi pasangan yang lebih kuat karena tetap bersatu hati dan tidak saling menyalahkan atas apa yang terjadi.
Kesedihan selalu mengajarkan kita sesuatu. Keputusan untuk terus melangkah bersama Tuhan kelak akan berbuah manis. Seiring berjalannya waktu, kesedihan itu pun berakhir. Kita menjadi pribadi yang lebih baik, lebih menghargai kehidupan, dan lebih berempati dengan sesama. Kita semakin berhikmat dan tangguh menghadapi kehidupan.
Berjalanlah bersama Tuhan dalam melewati masa-masa sedih, tetap lakukan yang terbaik, dan biarkan Dia membentuk kita sesuai rancangan-Nya. Mari kita lalui semuanya dengan penuh iman dan harapan. Amin.
–
Related Articles:
- Bertumbuh dalam Rasa Sakit
- Melewati Badai Bersama Yesus
- Gunakan Waktu untuk Tiga Hal Berikut, Selagi Masih Bisa Menyebut “Hari Ini”
- Obati Rasa Kecewa dengan Cara Benar
Yuk, baca top artikel kami:
Muda & Gaul di Mata Tuhan: Bagaimana Caranya?
Seperti Apa Ibadah yang Sejati dan Berkenan kepada Allah?
Mazmur 91: Jika Tuhan Melindungi, Mengapa Musibah Tetap Menimpa?
Teladan dari 3 Wanita Hebat dalam Alkitab
Menjadi Orang Kristen yang Punya Integritas
–
Jika Anda ingin mengikuti belajar Alkitab secara personal (Personal Bible Sharing), silahkan lihat lebih lanjut dalam video berikut:
Dan, temukan lebih banyak content menarik & menginspirasi melalui sosial media kami:
Website: https://link.gkdi.org/web
Facebook: https://link.gkdi.org/facebook
Instagram: https://link.gkdi.org/instagram
Blog: https://link.gkdi.org/Blog
Youtube: https://link.gkdi.org/youtube
TikTok: https://link.gkdi.org/tiktok
Twitter: https://link.gkdi.org/twitter
LinkedIn: https://link.gkdi.org/linkedin
Threads: https://link.gkdi.org/threads
Whatsapp: https://link.gkdi.org/whatsapp
Last modified: Jun 23